Senin, 16 April 2012

Siaran Pers PSHK Evaluasi Kinerja DPR Masa Sidang III Tahun Sidang 2011-2012


4 Temuan Di Bagian Awal Tahun Legislasi:
Masih Berkutat di Faktor yang Sama



Masa Sidang III DPR Tahun Sidang 2011-2012 resmi ditutup pada 12 April 2012. Ketua DPR Marzuki Alie saat pembukaan Masa Sidang III 9 Januari 2012, menyatakan bahwa 2012 adalah tahun legislasi bagi DPR. Seruan ini jelas bukan main-main karena disampaikan langsung dalam Rapat Paripurna. Selain itu, seruan ini juga bukan tanpa dasar, karena sudah lebih dari dua tahun masa kerja DPR periode 2009-2014, kinerja legislasi masih bermasalah, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas.

Dalam hal kuantitas, di masa sidang yang berjalan selama 67 hari kerja ini, DPR berhasil menetapkan 5 (lima) RUU menjadi UU, yang terdiri dari 3 (tiga) UU kumulatif terbuka dan 2 (dua) UU non-kumulatif. Kelima Undang-undang itu adalah:
1.        UU Ratifikasi Konvensi Perlindungan Buruh Migran;
2.        UU Ratifikasi Konvensi Asean mengenai Pemberantasan Terorisme;
3.        UU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2012;
4.        UU Penanganan Konflik Sosial; dan
5.        UU Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD.

Selain itu, dalam Masa Sidang III ini juga DPR telah menetapkan lima RUU sebagai usul inisiatif, yaitu:
1.        RUU tentang Perubahan Atas UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;
2.        RUU tentang Mahkamah Agung;
3.        RUU tentang Perubahan Atas UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan;
4.        RUU tentang Pengawasan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Pembekalan Kesehatan Rumah Tangga; dan
5.        RUU tentang Percepatan Pembangunan Daerah Kepulauan.

Sedangkan Pemerintah juga mengajukan tiga RUU usul inisiatif, yaitu RUU tentang Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada), RUU tentang Pemerintahan Daerah (Pemda), dan RUU tentang Desa.

Capaian yang minim dalam Masa Sidang III ini sebenarnya sudah dikonfirmasi langsung oleh Ketua DPR. Namun masih ada catatan lain yang perlu PSHK kemukakan, terutama dalam melihat aspek kualitas dari kinerja legislasi DPR. Adapun catatan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Pertama, pada pemaparan sebelumnya telah disebutkan bahwa baik DPR maupun Pemerintah mengajukan beberapa RUU usul inisiatif pada masa sidang ini. Dari segi jumlah, RUU usul inisiatif itu terlihat berimbang (DPR 5 RUU sedangkan Pemerintah 3 RUU). Namun dari segi waktu persiapan pengusulan RUU, Pemerintah lebih lambat dibandingkan dengan DPR. Sebagai contoh, Pemerintah berjanji akan menyerahkan RUU Pemilukada, RUU Pemda, dan RUU Desa kepada DPR sejak pertengahan Juli 2011. Namun akhirnya baru diterima DPR awal tahun ini.

Kedua, adanya ketimpangan beban legislasi yang signifikan dari satu alat kelengkapan dengan alat kelengkapan lain. Sebagai contoh, beban legislasi pada Komisi II, baik sebagian anggota maupun secara keseluruhan, masih menyisakan RUU DIY dan RUU Tentang Aparatur Sipil Negara. Keberadaan RUU Pemda, RUU Desa, dan RUU Pemilukada yang merupakan domain Komisi II, berpotensi menambah beban sebagian atau seluruh anggota Komisi II. Bandingkan (salah satunya) dengan Komisi IX, yang belum menunjukan perkembangan yang signifikan dari target legislasi yang ditetapkan (seperti RUU Tenaga Kesehatan, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, atau RUU Perubahan Atas UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri).  Akibatnya pembahasan beberapa RUU, seperti RUUK DIY dan RUU Aparatur Sipil Negara, menjadi lama mengendap dan sudah beberapa kali diperpanjang masa pembahasannya.

Tidak berimbang dan tidak meratanya beban legislasi adalah imbas dari desain perencanaan legislasi yang sejak awal sudah bermasalah, yang juga ditambah dengan persoalan postur alat kelengkapan DPR dengan 11 Komisi, dimana masing-masing Komisi dipukul rata berjumlah kurang lebih 50 orang. Jumlah 11 Komisi saat ini lebih karena adanya “warisan” kebijakan dari DPR periode lalu, sedangkan penempatan (anggota di setiap Komisi) sebanyak kurang lebih 50 orang seharusnya tidak dilakukan karena ada beberapa Komisi, seperti Komisi VIII dan IX yang pembidangannya tidak terlampau luas, bisa dibuat lebih sedikit anggotanya.

Ketiga, ada RUU yang pembahasannya mengalami deadlock karena ada perbedaan pendapat yang mendasar antara DPR dan Pemerintah, bahkan sampai saat ini tidak diketahui bagaimana status terakhir pembahasannya. Contohnya RUU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pembalakan Liar oleh Komisi IV. Selain itu, terdapat pembahasan RUU yang memiliki potensi ketersinggungan yang tinggi, bahkan tidak tertutup kemungkinan saling tumpang tindih. Contohnya RUU tentang Koperasi dan RUU tentang Lembaga Keuangan Mikro.

Keempat, pada ujung periode Masa Sidang III, Komisi X memutuskan untuk menunda pembahasan RUU tentang Pendidikan Tinggi dan RUU tentang Pendidikan Kedokteran. Penundaan berasal dari Pemerintah, dengan alasan ada beberapa substansi kedua RUU yang masih perlu dikoordinasikan secara internal.

Permasalahan dalam penundaan ini adalah timing (pengajuan) penundaan yang dilakukan Pemerintah pada akhir masa pembahasan, yang sudah masuk Masa Sidang III (bahkan sempat harus memperpanjang satu minggu). Kalaupun memang Pemerintah tidak menyepakati sejumlah substansi atau bahkan berkeinginan untuk menolak RUU ini, sudah seharusnya bisa teridentifikasi lebih cepat, dan disampaikan lebih awal. Kejadian ini menggambarkan bahwa Pemerintah masih berkutat dalam permasalahan koordinasi internal.

Dari empat catatan di atas, terbukti belum ada dampak nyata dari seruan Ketua DPR terkait 2012 sebagai tahun legislasi sebagaimana dikemukakan di awal masa sidang. Baik dari sisi Pemerintah dan DPR memiiki kekurangan dalam pengelolaan legislasi. Satu sisi Pemerintah tidak kunjung tegas membenahi soal koordinasi antar instansi, sementara di lain pihak DPR juga tidak strategis dalam membagi alokasi SDM anggota dalam tiap Komisi. Artinya, baik Pemerintah dan DPR sama-sama berkontribusi dalam kualitas legislasi kita.

Selain empat catatan diatas, ada satu langkah DPR yang patut diapresiasi yaitu pada Masa Sidang III ini, DPR melalui Badan Legislasi (Baleg), telah membentuk Peraturan DPR RI tentang Tata Cara Penyusunan Prolegnas, sebagaimana diperintahkan oleh UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Langkah ini patut mendapat apresiasi karena manunjukan adanya respon yang cepat dalam upaya mengoptimalkan kinerja legislasi DPR. Upaya itu perlu mendapat dukungan dari Pemerintah, yang sampai saat ini belum menghasilkan peraturan yang sama, mengingat kinerja legislasi tidak hanya melibatkan DPR, tapi juga Pemerintah.

Dari paparan di atas, Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia (PSHK) mendesak agar:

1.        DPR  harus membuat pembagian beban pembahasan RUU menjadi merata di setiap alat kelengkapan (Komisi, Baleg, maupun Panitia Khusus/Pansus). Apabila ada alat kelengkapan yang dihadapkan pada banyak target penyelesaian RUU, maka dilakukan pembagian atau penyesuaian waktu pembahasan, yang tentunya menuntut juga adanya ketepatan waktu dalam menyelesaikannya. Upaya ini dapat dilakukan oleh Pimpinan DPR dan Badan Musyawarah (Bamus) sebagaimana yang sudah diatur dalam Pasal 141 Tata Tertib DPR.

2.        DPR dan Pemerintah harus melakukan evaluasi terhadap beragam permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan fungsi legislasi, terutama yang terkait dengan skema perencanaan legislasi dan postur alat kelengkapan. Perbaikan itu harus bisa menjadi terobosan baru dan kemudian diakomodir dalam revisi UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (yang sudah direncanakan).

3.        Melakukan evaluasi dan antisipasi terhadap status RUU yang waktu pembahasannya akan melebihi 3 (tiga) kali masa sidang, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 141 ayat (1) Tata Tertib DPR. Dalam hal ini peran Baleg seharusnya lebih dominan, mengingat dalam Pasal 102 ayat (1) huruf g UU No. 27 Tahun 2009, Baleg seharusnya mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap pembahasan materi muatan RUU melalui koordinasi dengan Komisi dan/atau Pansus. Upaya ini menghindari adanya pembahasan RUU yang berlarut-larut dan hanya akan menambah beban legislasi yang ada.



Jakarta, 16 April 2012
Untuk informasi lebih lanjut, hubungi:

Fajri Nursyamsi (Peneliti)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar