Genap 7
(tujuh) tahun sudah, Presiden Megawati Soekarnoputri meresmikan tanggal 9 Maret
sebagai Hari Musik Indonesia. Pemilihan tanggal 9 Maret sebagai hari Musik
Indonesia adalah karena tanggal ini tercatat sebagai tanggal kelahiran dari
pencipta lagu kebangsaan Negara Indonesia, Indonesia Raya, yaitu Wage Rudolf
Supratman.
Pemilihan tanggal
lahir dari pahlawan nasional, WR.Supratman, sebagai tanggal dari hari Musik Indonesia
bukanlah tanpa makna. Karya agungnya yang berjudul “Indonesia Raya” merupakan
bukti nyata dari seorang WR.Supratman akan kebanggaannya menjadi seorang
Indonesia dan semangat dalam berkontribusi bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia.
Dimana kedua sikap itulah yang patut di contoh dewasa ini, terutama bagi para
generasi muda Indonesia.
Musik Sebagai Alat Pemersatu Bangsa
Dalam
memaknai musik, memang bukanlah hanya memandangnya sekedar bagian dari
kebudayaan Indonesia yang harus terus dilestarikan, tetapi musik sudah harus
dimaknai dan dimanfaatkan sebagai alat perjuangan bangsa, terutama dalam
menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa. Sejarah telah membuktikan bagimana
musik dapat menjadi alat pemersatu bangsa. Salah satunya adalah lagu “Indonesia
Raya” yang telah menjadi alat pemersatu para pemuda-pemudi Indonesia dalam
berjuang merebut kemerdekaan, pasca dikumandangakan untuk pertama kali dalam
Kongres Sumpah Pemuda II, pada tanggal 28 Oktober 1928.
Musik di Indonesia
dewasa ini telah menjadi komoditi pasar yang sangat luar biasa besar. Bahkan
bisnis ilegalnya sekalipun di Indonesia telah mencapai omset 4,3 triliun rupiah
pada tahun 2009, dimana 1,3 triliun rupiah seharusnya merupakan “jatah” bagi
pajak negara. Dalam perkembangannya, di dunia musik Indonesia banyak
bermunculan beberapa grup band anak muda yang terus bersaing untuk menebar
pesona kepada para fans demi mendapatkan popularitas dan memanjakannya dengan
buaian musik yang merdu nan indah. Namun sayang, peran musik sebagai alat
perjuangan bangsa sudah sangat terlupakan, larut dalam hingar bingar konsumerisme
dunia musik Indonesia. Oleh karena itulah, hari Musik Indonesia menjadi sangat penting
untuk diperangati dan dimaknai dewasa ini, guna memaknai kembali potensi dari
suatu musik sebagai alat pemersatu bangsa.
Musik dan Kebijakan Nasional
Kemampuan
atau pengaruh luar biasa dari musik seharusnya dapat dimanfaatkan oleh
Pemerintah dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam Pembukaan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD NRI 1945) alinea
ke-4 disebutkan bahwa salah satu dasar dari bangsa ini adalah persatuan
Indonesia, dimana hal tersebut juga termasuk dalam sila III Pancasila. Salah
satu cara yang dapat dilakukan dalam menciptakan persatuan Indonesia adalah
melalui musik.
Permasalahan
yang perlu diselesaikan dewasa ini adalah belum seriusnya pemerintahan di Indonesia,
baik pusat maupun daerah, dalam mengeluarkan kebijakan yang berkesinambungan,
demi memanfaatkan musik sebagai alat pemersatu bangsa. Kondisi tersebut bisa
terlihat dari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan. Dari hasil penelitian Pusat
Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) tahun 2009 disebutkan bahwa dari 108 peraturan
perundang-undangan (baik dalam tingkat Undang-undang, Peraturan Pemerintah,
Peraturan Presiden, Instruksi Presiden, Peraturan Daerah, Peraturan Menteri,
maupun Istruksi Menteri) yang berkaitan dengan kesenian dan kebudayaan, tidak
ada satupun yang mengatur khusus tentang musik secara mendalam. Berbeda dengan
film yang sudah memiliki UU Perfilman, musik baru diatur secara sebagian dalam
UU Hak Cipta dan Peraturan Daerah di beberapa daerah di Indonesia. Adapun dalam
peraturan perundang-undangan lain pembahasan mengenai musik tidak sebanyak
dalam peraturan perundang-undangan yang disebutkan diatas.
Dalam UU
Hak Cipta diatur mengenai kekayaan intelekutual yang terkandung dalam suatu musik
atau lagu. Secara spesifik, UU ini mengatur mengenai hak privat yang terkandung
dalam suatu musik atau lagu, dimana hak tersebut dapat dimanfaatkan secara
ekonomis bagi sang pemilik hak. Sehingga secara garis besar dapat dikatakan
bahwa UU ini mengatur mengenai musik sebagai komoditas bisnis. Berbeda dengan
UU, Perda yang mengatur tentang musik
banyak mengatur tentang perlindungan terhadap musik daerah. Salah satu contoh
dari Perda yang mengatur hal tersebut adalah Peraturan Daerah Kabupaten Muara
Enim No.13 tahun 2000 tentang Lagu dan Tarian Daerah Muara Enim. Perda semacam
ini mulai banyak dirintis untuk dibentuk di berbagai daerah, salah satunya di
Provinsi Maluku, dikarenakan dua alasan. Pertama,
secara umum sebagai dampak dari diberlakukannya prinsip otonomi daerah di
Indonesia, sehingga Kabupaten/Kota dan Provinsi di Indonesia dapat membentuk
Perda. Kedua, secara khusus dipicu
oleh kasus “diambilnya” lagu daerah “Rasa Sayange” oleh Malaysia. Dari kedua
alasan tersebut dapat terlihat bahwa Perda pun pada hakikatnya hanya mengatur
mengenai “hak kepemilikan” dari suatu lagu daerah.
Terlihat
secara umum, kedua jenis peraturan perundang-undangan yang menyangkut dengan
musik diatas, baik UU maupun Perda, belum mampu menyentuh kepada masalah utama
yang harus dipecahkan, yaitu pengaturan substanstif yang mampu memberikan stimulus
kepada para seniman musik untuk menciptakan karya-karya yang mampu
membangkitkan potensi musik untuk berperan dalam menciptakan persatuan dan
kesatuan bangsa.
Selain itu, ketidakseriusan pemerintahan
di Indonesia dalam mengeluarkan kebijakan yang berkesinambungan dalam bidang
musik memiliki andil dalam mengakibatkan dunia musik tanah air dewasa ini
berhasil dikuasai penuh oleh pasar. Salah satu contoh kasus dari dampak yang
timbul akibat kondisi tersebut adalah ketidakmampuan lagu anak-anak untuk berkembang
di Indonesia saat ini. Lagu anak-anak memiliki pasar yang kecil, setidaknya tidak
sebesar lagu untuk orang dewasa, sehingga sulit untuk mencari pemilik modal
yang mau berinvestasi dalam pengembangan lagu anak-anak. Ketika sudah seperti
itu, tugas Pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, sesuai dengan
Pembukaan UUD NRI 1945 alinea ke-4, menjadi sulit dan akan terus terhambat.
Apabila sebelumnya sudah dibahas
mengenai kebijakan dalam peraturan perundang-undangan yang telah disahkan atau
sedang berlaku, lalu bagaimana dengan Rancangan Undang-undang (RUU) yang akan
dibentuk? Dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2009-2014 yang
dikeluarkan oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR tercatat ada 4 RUU, dari 247 RUU,
yang secara judul berkaitan dengan musik, yaitu RUU Kebudayaan, RUU tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, RUU tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, dan RUU
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1990 tentang Serah Simpan
Karya Cetak dan Karya Rekam. Kaitan yang dimaksud diatas hanya sebatas
pengamatan dari judul RUU saja, sehingga tidak menjamin kemudian substansinya
sesuai dengan judul yang digunakan.
Penutup
Dari data dan fakta diatas dapat terlihat dengan jelas
bahwa pemerintahan di Indonesia sampai hari ini belum bisa menunjukan
keseriusannya dalam mengembangkan kebijakan yang berkesinambungan dalam bidang
musik di Indonesia. Sehingga tepatlah kiranya hari Musik Indonesia ini menjadi moment yang pas bagi pemerintahan di
Indonesia untuk segera menyadari dan menyikapi kondisi ini dengan cepat dan
nyata, sehingga musik di Indonesia dapat kembali menjadi alat perjuangan dalam
menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa.Gambar ilustrasi : http://izhulsangmusafir.wordpress.com/2011/12/18/jenis-jenis-musik-tradisional/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar