Selasa, 10 Januari 2012

MENGEMBALIKAN MUSIK SEBAGAI ALAT PEMERSATU BANGSA


9 Maret Sebagai Hari Musik Indonesia
Genap 7 (tujuh) tahun sudah, Presiden Megawati Soekarnoputri meresmikan tanggal 9 Maret sebagai Hari Musik Indonesia. Pemilihan tanggal 9 Maret sebagai hari Musik Indonesia adalah karena tanggal ini tercatat sebagai tanggal kelahiran dari pencipta lagu kebangsaan Negara Indonesia, Indonesia Raya, yaitu Wage Rudolf Supratman.
Pemilihan tanggal lahir dari pahlawan nasional, WR.Supratman, sebagai tanggal dari hari Musik Indonesia bukanlah tanpa makna. Karya agungnya yang berjudul “Indonesia Raya” merupakan bukti nyata dari seorang WR.Supratman akan kebanggaannya menjadi seorang Indonesia dan semangat dalam berkontribusi bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia. Dimana kedua sikap itulah yang patut di contoh dewasa ini, terutama bagi para generasi muda Indonesia.

Musik Sebagai Alat Pemersatu Bangsa
Dalam memaknai musik, memang bukanlah hanya memandangnya sekedar bagian dari kebudayaan Indonesia yang harus terus dilestarikan, tetapi musik sudah harus dimaknai dan dimanfaatkan sebagai alat perjuangan bangsa, terutama dalam menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa. Sejarah telah membuktikan bagimana musik dapat menjadi alat pemersatu bangsa. Salah satunya adalah lagu “Indonesia Raya” yang telah menjadi alat pemersatu para pemuda-pemudi Indonesia dalam berjuang merebut kemerdekaan, pasca dikumandangakan untuk pertama kali dalam Kongres Sumpah Pemuda II, pada tanggal 28 Oktober 1928.
Musik di Indonesia dewasa ini telah menjadi komoditi pasar yang sangat luar biasa besar. Bahkan bisnis ilegalnya sekalipun di Indonesia telah mencapai omset 4,3 triliun rupiah pada tahun 2009, dimana 1,3 triliun rupiah seharusnya merupakan “jatah” bagi pajak negara. Dalam perkembangannya, di dunia musik Indonesia banyak bermunculan beberapa grup band anak muda yang terus bersaing untuk menebar pesona kepada para fans demi mendapatkan popularitas dan memanjakannya dengan buaian musik yang merdu nan indah. Namun sayang, peran musik sebagai alat perjuangan bangsa sudah sangat terlupakan, larut dalam hingar bingar konsumerisme dunia musik Indonesia. Oleh karena itulah, hari Musik Indonesia menjadi sangat penting untuk diperangati dan dimaknai dewasa ini, guna memaknai kembali potensi dari suatu musik sebagai alat pemersatu bangsa.

Musik dan Kebijakan Nasional
Kemampuan atau pengaruh luar biasa dari musik seharusnya dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD NRI 1945) alinea ke-4 disebutkan bahwa salah satu dasar dari bangsa ini adalah persatuan Indonesia, dimana hal tersebut juga termasuk dalam sila III Pancasila. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam menciptakan persatuan Indonesia adalah melalui musik.
Permasalahan yang perlu diselesaikan dewasa ini adalah belum seriusnya pemerintahan di Indonesia, baik pusat maupun daerah, dalam mengeluarkan kebijakan yang berkesinambungan, demi memanfaatkan musik sebagai alat pemersatu bangsa. Kondisi tersebut bisa terlihat dari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan. Dari hasil penelitian Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) tahun 2009 disebutkan bahwa dari 108 peraturan perundang-undangan (baik dalam tingkat Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Instruksi Presiden, Peraturan Daerah, Peraturan Menteri, maupun Istruksi Menteri) yang berkaitan dengan kesenian dan kebudayaan, tidak ada satupun yang mengatur khusus tentang musik secara mendalam. Berbeda dengan film yang sudah memiliki UU Perfilman, musik baru diatur secara sebagian dalam UU Hak Cipta dan Peraturan Daerah di beberapa daerah di Indonesia. Adapun dalam peraturan perundang-undangan lain pembahasan mengenai musik tidak sebanyak dalam peraturan perundang-undangan yang disebutkan diatas.
Dalam UU Hak Cipta diatur mengenai kekayaan intelekutual yang terkandung dalam suatu musik atau lagu. Secara spesifik, UU ini mengatur mengenai hak privat yang terkandung dalam suatu musik atau lagu, dimana hak tersebut dapat dimanfaatkan secara ekonomis bagi sang pemilik hak. Sehingga secara garis besar dapat dikatakan bahwa UU ini mengatur mengenai musik sebagai komoditas bisnis. Berbeda dengan UU, Perda  yang mengatur tentang musik banyak mengatur tentang perlindungan terhadap musik daerah. Salah satu contoh dari Perda yang mengatur hal tersebut adalah Peraturan Daerah Kabupaten Muara Enim No.13 tahun 2000 tentang Lagu dan Tarian Daerah Muara Enim. Perda semacam ini mulai banyak dirintis untuk dibentuk di berbagai daerah, salah satunya di Provinsi Maluku, dikarenakan dua alasan. Pertama, secara umum sebagai dampak dari diberlakukannya prinsip otonomi daerah di Indonesia, sehingga Kabupaten/Kota dan Provinsi di Indonesia dapat membentuk Perda. Kedua, secara khusus dipicu oleh kasus “diambilnya” lagu daerah “Rasa Sayange” oleh Malaysia. Dari kedua alasan tersebut dapat terlihat bahwa Perda pun pada hakikatnya hanya mengatur mengenai “hak kepemilikan” dari suatu lagu daerah.
Terlihat secara umum, kedua jenis peraturan perundang-undangan yang menyangkut dengan musik diatas, baik UU maupun Perda, belum mampu menyentuh kepada masalah utama yang harus dipecahkan, yaitu pengaturan substanstif yang mampu memberikan stimulus kepada para seniman musik untuk menciptakan karya-karya yang mampu membangkitkan potensi musik untuk berperan dalam menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa.
Selain itu, ketidakseriusan pemerintahan di Indonesia dalam mengeluarkan kebijakan yang berkesinambungan dalam bidang musik memiliki andil dalam mengakibatkan dunia musik tanah air dewasa ini berhasil dikuasai penuh oleh pasar. Salah satu contoh kasus dari dampak yang timbul akibat kondisi tersebut adalah ketidakmampuan lagu anak-anak untuk berkembang di Indonesia saat ini. Lagu anak-anak memiliki pasar yang kecil, setidaknya tidak sebesar lagu untuk orang dewasa, sehingga sulit untuk mencari pemilik modal yang mau berinvestasi dalam pengembangan lagu anak-anak. Ketika sudah seperti itu, tugas Pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, sesuai dengan Pembukaan UUD NRI 1945 alinea ke-4, menjadi sulit dan akan terus terhambat.
Apabila sebelumnya sudah dibahas mengenai kebijakan dalam peraturan perundang-undangan yang telah disahkan atau sedang berlaku, lalu bagaimana dengan Rancangan Undang-undang (RUU) yang akan dibentuk? Dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2009-2014 yang dikeluarkan oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR tercatat ada 4 RUU, dari 247 RUU, yang secara judul berkaitan dengan musik, yaitu RUU Kebudayaan, RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, dan RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1990 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam. Kaitan yang dimaksud diatas hanya sebatas pengamatan dari judul RUU saja, sehingga tidak menjamin kemudian substansinya sesuai dengan judul yang digunakan.

Penutup
Dari data dan fakta diatas dapat terlihat dengan jelas bahwa pemerintahan di Indonesia sampai hari ini belum bisa menunjukan keseriusannya dalam mengembangkan kebijakan yang berkesinambungan dalam bidang musik di Indonesia. Sehingga tepatlah kiranya hari Musik Indonesia ini menjadi moment yang pas bagi pemerintahan di Indonesia untuk segera menyadari dan menyikapi kondisi ini dengan cepat dan nyata, sehingga musik di Indonesia dapat kembali menjadi alat perjuangan dalam menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa.

Gambar ilustrasi : http://izhulsangmusafir.wordpress.com/2011/12/18/jenis-jenis-musik-tradisional/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar