Selasa, 30 Oktober 2012

REFLEKSI DAN HARAPAN DALAM RAKERNAS MA 2012

Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung (Rakernas MA) merupakan agenda tahunan dari lembaga pemegang kekuasaan yudikatif itu. Dalam Rakernas, seluruh Hakim Agung dan pejabat struktural MA berkumpul. Mereka bermusyawarah lalu mengambil keputusan-keputusan tertentu, yang berkaitan dengan hukum acara maupun administrasi pengelolaan organisasi.

Pada tahun 2012, Rakernas MA diselenggarkan di Manado, Sulawesi Utara. Rakernas MA 2012 diselenggarakan dari tanggal 29 Oktober sampai 1 November 2012. Rakernas kali ini mengusung tema terkait dengan pemantapan sistem kamar dan peningkatan profesionalisme hakim. Dengan tema itu jelas penyelenggaraan Rakernas MA 2012 mengemban amanat yang tidak ringan.

Dalam pidato pembukaannya, Ketua MA Hatta Ali mengajak seluruh peserta untuk berefleksi terhadap apa yang telah mereka lakukan selama ini. Apakah yang mereka lakukan sudah sesuai dengan visi dan misi organisasi, terutama dalam mencapai peradilan yang agung. Ajakan Ketua MA itu tentu bukan tanpa alasan. Sampai dengan tahun 2012, berarti sudah 3 tahun MA menjalankan Cetak Biru Peradilan 2010-2035. Jenjang waktu yang memang belum lama, tetapi sudah layak untuk dilakukan evaluasi demi perbaikan di masa mendatang. Terlebih ini merupakan Rakernas pertama Hatta Ali sebagai seorang Ketua MA.

Ajakan refleksi tersebut sesungguhnya sekaligus untuk mengingatkan kembali visi dan misi yang akan dicapai oleh MA dan wilayah peradilan dibawahnya. Dalam kesempatan yang sama, Ketua MA juga menjabarkan 4 prioritas program di sektor teknis peradilan yang harus diselesaikan pada 2014 dalam rangka mencapai visi dan misi MA. Keempat prioritas itu adalah pembatasan perkara, penyederhanaan proses berperkara, penguatan akses pada keadilan, dan penerapan sistem kamar. Jelas 4 prioritas itu bukanlah hal yang mudah untuk dilaksanakan, terutama apabila melihat kondisi peradilan saat ini yang masih memerlukan perubahan yang signifikan dalam berbagai bidang.

Sebut saja misalnya sistem manajemen perkara di MA. Bidang ini sangat berkaitan dengan fungsi utama dari MA dan wilayah peradilan dibawahnya. Namun sampai saat ini sistem yang berjalan masih belum efektif, bakan cenderung banyak mengalami hambatan. Setidaknya ada 2 hal dominan yang melatarbelakanginya, yaitu perihal sistem dan budaya kerja. Sistem manajemen perkara di MA dan pengadilan dibawahnya, mayoritas masih dilakukan secara manual, baik dalam hal pencatatan sampai proses pelaporan. Dengan cara ini sulit untuk kemudian dilaukan penggabungan data dan pengolahan data. Bisa pun dilakukan tetapi memerlukan energi dan waktu yang sangat lama. Sulitnya  perubahan sistem juga sangat dipengaruhi oleh budaya kerja yang berkembang di internal organisasi. Paradigma bekerja menggunakan gardcopy masih sangat melekat kuat pada staff administrasi di MA dan pengadilan di bawahnya. Sehingga ketika diperkenalkan dengan sistem yang berbasis elektronik atau IT, adaptasi yang dilakukan harus dengan ekstra keras.

Walaupun begitu, perlu diakui upaya perbaikan tetap terus dilakukan. Upaya itu terlihat dari adanya program-program yang mengarah kepada perbaikan sistem manajemen perkara. Namun program-program itu, ataupun program lain dalam rangka menjalankan 4 prioritas perbaikan, harus mendapatkan dukungan yang kuat, terutama dari para pimpinan MA. Sehingga apa yang dicita-citakan bersama, yaitu menuju peradilan yang agung dapat tercapai dengan maksimal.