Kamis, 22 November 2012

SIMPANG SIUR INFORMASI KHAS PT KAI

Bagi anda pengguna moda transportasi KRL Bogor-Jakarta tentu sudah sangat hafal permasalahan yang selalu menghadapi transportasi "ular besi" ini. Bagitu pula bagi anda yang bukan pengguna setia, pasti sudah sering mendengar keluh kesah para pengguna KRL, bahkan hampir setiap hari. Dari mulai jadwal yang terlambat, KRL mengalami kerusakan, sistem persinyalan rusak, bahkan sampai harga tiket yang terus naik tapi miskin pelayanan. Tanpa bermaksud mengecilkan upaya perbaikan yang telah dilakukan oleh semua pihak yang bertanggungjawab, tapi itulah realita yang terjadi.

Rabu, 22 November 2012, satu lagi musibah menimpa moda transportasi KRL. Lintasan KRL di daerah Cilebut terkena longsor, sehingga ada rangkaian rel yang menggantung, dan tiang penyangga kabel listrik aliran atas roboh. Walhasil KRL tidak bisa lewat, dan jalur KRL Jakarta menuju Bogor berhenti di Bojong Gede. Perlu dipahami bahwa ini adalah musibah yang dikarenakan alam, sehingga dugaan bahwa ada faktor manusia secara langsung hampir bisa dipastikan tidak ada.

Dengan tidak beroperasinya KRL dari Bogor dan Cilebut otomatis membuat para pengguna KRL menjadi terhambat, Kesulitan itu semakin terasa karena tidak ada pemberitahuan secara lengkap dan jelas kepada para pengguna yang sudah datang ke stasiun Bogor kesokan harinya. Petugas distasiun terlihat sama bingungnya ketika dimintai keterangan. Suasana panik karena dikejar jadwal, dan kesal karena (lagi2) menerima pelayanan yang minim sangat mengganggu aktifitas dari para pengguna jasa layanan KRL.

Kekesalan dan kemarahan ternyata tidak berhenti disitu. Bagi para pengguna KRL yang memiliki akses cukup terhadap informasi mungkin sudah mulai mencari apa yang sebenarnya terjadi, dan berita-berita perihal longsor pun sudah bayak tersedia di media online. Dalam salah satu pemberitaan, Humas PT KAI menyatakan bahwa perbaikan rel yang terkena longsor membutuhkan dua hari. Namun, tidak lama berselang, masih dalam hari yang sama, Dirut PT KAI menyatakan bahwa perbaikan rel membutuhkan waktu 21 hari!

Bukan masalah waktu perbaikannya yang memakan waktu lama, tetapi kesimpangsiuran berita yang kembali terulang. Melihat foto-foto yang beredar, sebagai orang awam saya merasa memang tingkat kerusakannya tinggi, dan wajar apabila membutuhkan waktu lebih dari dua hari. Dengan logika sederhana, apabila melihat situasi di lapangan sepertinya kaan sulit memastikan bahwa kerusakan hanya sesederhana itu, dan bisa diselesaikan dalam 2 hari.

Apabila maksud dari Bapak Humas PT KAI adalah untuk menenangkan para pengguna KRL saya hargai, tetapi tidak dengan cara menyampaikan informasi yang terkesan asal bunyi (asbun) saja, tidak berdasarkan data dan analisa yang akurat. Apabila melihat berita-berita yang beredar, kepastian bahwa perbaikan akan diselenggarakan selama 21 hari dikeluarkan atas dasar tinjauan lapangan.

Kesimpangsiuran informasi jelas membuat para pengguna KRL semakin bingung. Waktu 2 hari menjadi 21 hari itu bukan jarak yang sebentar. Informasi itu sangat berharga untuk kemudian menentukan strategi untuk mengatasi permasalahan yang ada, karena PT KAI sendiri pun tidak memberikan solusi alternatif apapun, dan hanya fokus kepada perbaikan rel yang rusak saja. Kejadian ini juga seakan memperlihatkan bahwa masalah di PT KAI tidak hanya dalam output kinerja, tetapi juga dalam proses internal organisasi.

Sebagai suatu organisasi, jelas kejadian ini seharusnya menjadi bahan evaluasi, karena seharusnya tidak terjadi perbedaan informasi yang diberikan oleh seorang Humas dan Dirut dalam satu organisasi yang sama. Apalagi informasi itu ditujukan dan diperlukan oleh masyarakat banyak. PT KAI harus mampu memastikan kejadian serupa tidak akan terulang lagi, sekaligus terus membenahi pola pemberian informasi kepada publik. Agar informasi yang keluar menjadi lebih tegas dan akurat.

Senin, 05 November 2012

MOMENTUM BERSIH-BERSIH DPR

Pak Menteri Dahlan Iskan (Meneg BUMN) kemarin, 5 November 2012, akhrinya bersedia memenuhi undangan Badan Kehormatan DPR RI (BK). Undangan itu terkait dengan ucapannya yang menyebutkan ada oknum anggota DPR yang memeras perusahaan BUMN. Dalam pertemuan itu Pak Menteri menjabarkan modus yang biasa dilakukan oleh sang pemeras.Sekaligus beliau juga menyebut dua nama anggota DPR yang melakukan pemerasan. Kedua nama itu disebutkan secara tertutup dalam pertemuan dengan BK, tetapi tidak kepada publik. Walaupun belakangan santer diberitakan dua nama anggota DPR itu berasal dari Fraksi Golkar dan Fraksi PDIP.

Langkah Pak Menteri untuk menyampaikannya langsung kepada BK tanpa mengumbarnya kepada publik patut diapresiasi sebagai suatu upaya menyelesaikan masalah. Namun apakah BK adalah jalur yang tepat? dan apa yang akan terjadi pasca pertemuan Dahlan Iskan dengan BK? Setidaknya dua pertanyaan ini yang perlu dijawab agar masyarakat memahami apa yang sedang terjadi.

Dalam Peraturan DPR No. 01/DPR/BK adalah alat kelengkapan DPR yang bertugas melakukan penyelidikan dan verifikasi terhadap pengaduan yang dilakukan oleh Pimpinan DPR, Masyarakat, dan/atau Pemilih. Dalam kasus tersebut, Pak Menteri hadir sebagai undangan dari BK, untuk memberikan keterangan perihal dugaan adanya anggota DPR yang melakukan pemerasan terhadap perusahaan BUMN. Keterangan itu bukanlah dalam rangka penyelidikan atau verifikasi, tetapi lebih bisa dikategorikan sebagai pengaduan awal. Praktik ini sebenarnya tidak lazim, karena pengaduan biasanya dilakukan tanpa pengundangan dari BK, atau sang pengadu yang datang sendiri kepada sekretariat BK.

Apabila pengaduan yang dilakukan sudah cukup bukti, maka BK kemudian harus menindaklanjutinya dengan penyelidikan dan verifikasi. Pengaduan itu harus dijadikan sebagai momentum bagi DPR untuk bersih-bersih. Tanpa perlu mengenyampingkan asas praduga tak bersalah kepada para terlapor, anggota DPR lain tidak perlu lagi melakukan pembelaan berlebihn yang justru akan menampakan adanya ketakutan. Momentum bersih-bersih ini harus dimaksimalkan demi memulihkan kepercayaan publik. Akhirnya Publik menunggu adanya keseriusan dan ketransparanan penuntasan aduan Pak Menteri terhadap para oknum DPR pemeras.